Body Piercing: Ornamental Budaya Tradisional Ke Kosmopolitan
By: Jepri Nainggolan, SS.
A constructivist point of view a body modification can help people “express something about
themselves that they find difficult to put into words”
(Hennessy, 2009, p. 227)
Kaum konstruktif menyatakan bahwa modifikasi tubuh dapat membantu orang “mengungkapkan sesuatu tentang diri mereka yang sulit dinyatakan dalam kata-kata” ( terjemahan redaksi).
Asal-Asul
Piercing atau tindik tubuh menurut catatan tertua pertama kali direkam adalah tindik telinga sekitar 5.000 tahun yang lalu, sementara untuk tindik hidung diyakini dimulai sekitar 1.500 sebelum masehi lalu berturut-turut tindik bibir dan tindik lidah diketemukan pada budaya Amerika dan budaya Afrika, juga Indonesia, yang terbaru adalah tindik putting susu diketahui berasal dari Romawi kuno dan tindik alat genital berasal dari abad ke-III sampai ke-V di India kuno, lalu menjadi popular semenjak perang dunia ke-II dan menjadi mainstream ( umum ) sekitar tahun 1990-an.
Manusia yang terbanyak menindik tubuhnya
Secara resmi julukan “Wanita terbanyak ditindik” dipegang oleh Elaine Davidson dari Skotlandia dengan rekor dunia (Guinnes World Record ) ketika pertama kali dibukukan pada tahun 2000 yang lalu dengan 462 tindikan ditubuhnya 192 diantaranya disekujur kepala dan wajahnya. Pada bulan June 2006 dia perbaiki skor dunianya menjadi 4.225 tindikan lalu pada februari tahun 2009 menjadi 6.005 tindikan !
Untuk laki – laki julukan itu disandang oleh Luis Antonio Aguero dengan 230 tindikan dengan 175 cincin menghiasi wajahnya !
Resiko Kesehatan Tindik tubuh
Tindik tubuh sangat rentan dan terbuka terhadap resiko. Menurut survey yang dilakukan di Inggris terjadi komplikasi sebanyak 31%, butuh bantuan ahli profesional sebanyak 15,2% dan 0,9% mengalami komplikasi serius dan butuh dirawat di rumah sakit.
Beberapa kasus yang ditemui dalam tindik tubuh adalah :
1. Reaksi Alergi terhadap perhiasan logam, khususnya logam Nikel.
2. Infeksi, akibat virus atau bakteri khususnya Staphylococcus aureus, group A streptococcus dan Pseudomonas spp.
3. Memperbesar bekas luka tindik termasuk hypertrophic scar dan keloid
4. Trauma fisik
- Penyakit menular lewat darah (blood borne diseases), seperti hepatitis B dan C, tetanus, serta HIV.
- Penyakit mulut dan merusak gigi hingga gusi bengkak karena infeksi.
- Kanker.
- Trauma tindik, seperti robek karena kecelakaan. Kadang memerlukan pembedahan atau jahitan yang bisa meninggalkan bekas luka atau cacat permanen.
- Menyebabkan gangguan pada otak.
Resiko-resiko ini tidak diperuntukkan untuk menakuti atau berusaha cegah anda melakukan tindik tubuh tetapi benar-benar terjadi dan ada, bahkan ada kasus yang sampai merenggut nyawa; kasus kematian ini terjadi di Caerphilly seorang wanita tewas dua hari kemudian setelah melakukan tindik lidah, karena keracunan darah, Jurnal kedokteran Archives of Neurology melaporkan seorang remaja berusia 22 tahun juga tewas setelah melakukan tindik lidah, laki-laki muda malang ini tewas karena penumpukkan nanah diotak atau lazim disebut Abses oleh dunia kedokteran, akibat reaksi setelah menindik lidah !
Ornamental Budaya Tradisional ke Kosmopolitan
Kalau sebelumnya di kebudayaan tradisional Body piercing untuk menggambarkan status seseorang seperti di Kalimantan, Irian jaya atau Indian.
Suku Indian melakukan body piercing dengan cara menggantungkan dada dengan kait besi dibagian dada. Ritual yang disebut OKIPA ini diperuntukan bagi lelaki yang akan diangkat menjadi tentara atau panglima perang. Sementara sebuah suku di India melakukan ritual menusuki tubuh dengan jarum yang panjangnya bisa mencapai sekitar satu meter untuk menghormati dewa. Ritual bernama Kavandi ini biasanya digelar setiap februari.
Di Indonesia, tradisi tindik biasa dilakukan warga Suku Asmat di kabupaten Merauke dan Suku Dani di Kabupaten Jayawijaya, Papua. Lelaki Asmat menusuki bagian hidung dengan batang kayu atau tulang belikat Babi sebagai tanda telah memasuki tahap kedewasaan.
Suku Dayak di Kalimantan mengenal tradisi penandaaan tubuh melalui tindik di daun telinga sejak abad ke-17. Tak sembarangan orang bisa menindik diri. hanya pemimpin suku atau panglima perang yang mengenakan tindik dikuping. Sedangkan kaum wanita Dayak menggunakan anting-anting pemberat untuk memperbesar kuping daun telinga. Menurut kepercayaan mereka, semakin besar pelebaran lubang daun telinga, semakin cantik dan tinggi status sosialnya di masyarakat. Model primitif inilah yang akhirnya banyak ditiru komunitas piercing di dunia.
Di Indonesia, tradisi tindik biasa dilakukan warga Suku Asmat di kabupaten Merauke dan Suku Dani di Kabupaten Jayawijaya, Papua. Lelaki Asmat menusuki bagian hidung dengan batang kayu atau tulang belikat Babi sebagai tanda telah memasuki tahap kedewasaan.
Suku Dayak di Kalimantan mengenal tradisi penandaaan tubuh melalui tindik di daun telinga sejak abad ke-17. Tak sembarangan orang bisa menindik diri. hanya pemimpin suku atau panglima perang yang mengenakan tindik dikuping. Sedangkan kaum wanita Dayak menggunakan anting-anting pemberat untuk memperbesar kuping daun telinga. Menurut kepercayaan mereka, semakin besar pelebaran lubang daun telinga, semakin cantik dan tinggi status sosialnya di masyarakat. Model primitif inilah yang akhirnya banyak ditiru komunitas piercing di dunia.
Kosmopolitan Personality Disorder
Capaian-capain dunia moderen di berbagai bidang ilmu pengetahuan ternyata juga memberi efek lain ke dunia mental penduduknya.
Kehidupan sosial dengan segala atributnya membuat kita menjadi “obyek” dari kelas sosial sehingga kita selalu merasa “diburu, dicurigai, dianggap rendah” bahkan tak jarang dari kita merasa kita wajib menjauhi dunia moderen yang penuh kecurigaan dan penghakiman tersebut.
Tekanan sosial dunia moderen tadi membuat kita “ingin lari” , “butuh kompensasi” lalu mencoba sembunyi di balik “justifikasi” yang kita ciptakan untuk kenyamanan kita.
Apa yang kita rasakan itu sebagai manusia sosial merangsek kaum muda ( walau tidak seluruhnya benar-benar muda), mereka kaum muda yang sedang “belajar” ini dan mencari “Pengejewantahan diri” bentuk kenyamanan baru sebagai kaum muda. Memberontak! Dan anti Kemapanan, ingin punya warna dunia sendiri atau ingin eksistensi yang ekslusif mendorong kaum muda ini secara naluriah membentuk komunitas elit ( setidaknya itu anggapan mereka) memberi emblem dan tanda komunitas mereka termasuk dengan memberi “tanda anggota” yang tidak pernah dirumuskan sebelumnya apalagi dicatatkan tetapi lahir karena kesamaan, Pemberontakan!, tentu diantaranya adalah tato dan tindik tubuh! Entah mengapa ini jadi pilihan atau terjadi begitu saja, atau mungkin kesan yang ditimbulkan oleh tato dan tindik tubuh sesuai dengan gambaran pemberontakan? Sesuai dengan anti kemapanan? Penuh semangat dan Angker! Pilihan diksi diatas agaknya lebih baik ketimbang saya terjebak pada dunia moderen yang “penuh curiga” atau ketimbang menggunakan istilah Psikologi “PERSONALITY DISORDER” atau “GANGGUAN KEJIWAAN”.
Apapun alasannya, saya tidak ingin terjebak dalam dunia “penuh kecurigaan” dan “dunia penghakiman” dari sampah dunia moderen itu, lebih baik saya menimbang-nimbang perkataan para konstruktifis diatas…
A constructivist point of view a body modification can help people “express something about
themselves that they find difficult to put into words”
(Hennessy, 2009, p. 227)
Kaum konstruktif menyatakan bahwa modifikasi tubuh dapat membantu orang “mengungkapkan sesuatu tentang diri mereka yang sulit dinyatakan dalam kata-kata” ( terjemahan redaksi).
(data : dari berbagai sumber)